COVID-19 – Usai maraknya lonjakan kasus Covid-19 di China dalam beberapa waktu terakhir. Kini pengetatan akses keluar masuk negara untuk para turis China kembali dilakukan, bukan hanya beberapa, namun sudah banyak negara sebagian besar berupa kewajiban tes negatif Covid-19 bagi pelancong atau turis dari China.
Diketahui hingga kini terdapat belasan negara telah mengumumkan pengetatan kedatangan turis dari China. Kebijakan ini dikeluarkan seiring munculnya varian BF.7 Kendati demikian, hingga saat ini Indonesia belum menerapkan kebijakan pengetatan tersebut.
|Baca Juga: Update Kasus COVID-19 RI Terbaru 3 Januari: Tembus 652 Kasus Baru, Kasus Aktif Ada 8.970
Mungkinkah pemerintah Indonesia akan menerapkan kebijakan serupa? Berikut ini kami akan paparkan penjelasan Kemenkas dan Satgas Covid-19 Saat dikonfirmasi. Dimana Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan, bahwa saat ini belum ada pembatasan terkait pelancong dari China.
Dalam hal ini pihaknya saat ini masih terus memantau perkembangan kasus Covid-19 Negeri Tirai Bambu tersebut. “Kita masih monitor perkembangannya. Belum ada pembatasan dan terus kita lakukan pemeriksaan whole genome sequencing (WGS) untuk memonitor pola jenis subvarian,” kata Nadia kepada Kompas.com, Rabu (4/1/2023).
Sementara itu disisi lain, Juru Bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito menuturkan, bahwa saat inipemerintah saat ini baru mencabut peraturan tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Untuk peraturan lainnya, ia menyebut masih tetap sama dan berlaku di Indonesia.
“Peraturan lainnya masih tetap sama. Mari kita laksanakan kebijakan ini dengan baik dan masyarakat tetap hati-hati dan waspada terhadap penularan Covid-19,” ujar Wiku saat dihubungi secara terpisah, Rabu.
Tidak di Izinkan Mengarah Pada Satu Negara
Diketahui, Epidemiolog Griffith University Dicky Budiman mengatakan, bahwa langkah pengetatan di pintu masuk tak boleh hanya mengarah pada satu atau dua negara.
Selain itu menurutnya, kebijakan yang diterapkan sebaiknya berupa prosedur atau mekanisme yang menjamin para turis tidak membawa patogen masuk ke Indonesia. “Jadi sistemnya yang harus dibangun. Kalau misalnya orang yang datang itu tidak memiliki vaksinasi booster, dia harus PCR,” kata Dicky kepada Kompas.com, Rabu (4/1/2023). “Jangan diartikan sistem pengetatan ini hanya diberlakukan sesaat, tapi harus terus menerus,” sambungnya.
Dengan adanya langkah mekanisme tersebut, kebijakan yang dibuat tidak akan menyinggung negara tertentu. Pasalnya, pengetatan yang hanya ditujukan untuk satu negara justru akan menimbulkan xenophobia.
“Jadi ini yang harus dipahami, penerapan prosedur sesuai standar resmi yang diberlakukan pada konteks masa pandemi dan itu tidak spesifik pada satu negara,” jelas Dicky Budiman menuturkan.
Selain itu saat ini mekanisme di perbatasan atau pintu masuk negara, Dicky juga mengingatkan pentingnya penguatan strategi di dalam negeri. Sebab, prosedur di pintu masuk negara hanya akan efektif apabila sistem kesehatan dalam negeri juga kuat.
“Jadi jangan sampai di pintu perbatasan diperketat, tapi respons dalam negerinya rendah. Ini kan salah,” ujarnya. “Intinya sekali lagi, tidak mungkin mencegah sama sekali virus, tapi ini kan dalam rangka mitigasi. Upaya juga harus ada intervensi dalam negeri,” tutupnya lagi mengakhiri.
Diberitakan sebelumnya, pemerintah China telah mengecam aturan pembatasan Covid-19 baru yang diberlakukan bagi pelancong dari negaranya oleh belasan negara di dunia.
Hingga saat ini, diketahui jika China telah memperingatkan dapat mengambil tindakan balasan sebagai tanggapan atas pemberlakuan pembatasan Covid-19 tersebut. “Ini tidak memiliki dasar ilmiah dan beberapa praktik tidak dapat diterima,” ungkap Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning pada Selasa (3/1/2023).
Pingback: Pemerintah Korea Utara Tegas Larang Kedatangan Pelancong China karena Covid-19 - Media Tangerang