Jakarta – Astuti, merupakan seekor orang utan malang yang diketahui berusia dua tahun ini akhirnya terselamatkan. Primata itu diduga adalah korban dari ulah para pelaku perdagangan satwa liar antarpulau, atau bahkan antarnegara.
Dimana satwa malang ini berhasil diamankan polisi di Gorontalo ketika melakukan razia.
|Baca Juga: Keamanan Siber Perusahaan Terancam Akibat Miskomunikasi
Kemudian dari hasil pengembangan kasus tersebut, polisi juga kembali berhasil mendapatkan sejumlah satwa lain, seperti owa-owa (Hylobates albibarbis), lutung (Trachypithecus auratus), biawak (Varanus salvator), kura-kura, dan beberapa hewan lainnya. Jumlah seluruhnya ada 58 satwa.
Sebelumnya diketahui, Polisi Sektor Boalemo, Gorontalo, pada enam bulan yang lalu telah lebih dulu menghentikan sebuah mobil pickup dalam razia acak di jalan. Dimana dalam razia tersebut Polisi menemukan bayi orang utan Astuti, dan menangkap pengemudi maupun keneknya.
Bayi orang utan malang itu untuk selanjutnya dititipkan di kandang transit Kantor Seksi Konservasi Wilayah (SKW) II BKSDA Gorontalo, untuk kemudian dibawa ke Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Tasikoki di Manado agar lebih aman dan terawat kesehatan serta makanannya.
“Para pelaku yang tertangkap sudah dijatuhi hukuman, masing-masing pidana penjara 5 bulan dan denda Rp15 juta,” kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Utara, Askhari Masiki , di Balikpapan, pada Rabu (25/1) kemarin.
Selain itu,Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam pun menuturkan untuk saat ini mereka yang dihukum ini hanya kurir, sementara otak perencana dan mungkin pemodalnya masih bebas berkeliaran.
Para pengasuh di PPS Tasikoki, ketika merawat memberi nama bayi orang utan itu Astuti. Orang utan Astuti juga menjalani tes DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) untuk melacak asal usulnya. Paru-paru dan organ dalam lainnya juga di-rontgen.
“Dari tes DNA kita tahu Astuti adalah morio, Pongo pygmaeus morio, orang utan Kalimantan Timur,” kata Askhari lagi.
Menurut sejumlah literatur, orang utan Kalimantan atau orang utan Borneo memiliki ukuran tubuh lebih besar ketimbang orang utan dari daerah lain di Indonesia. Rambutnya lebih pendek berwarna cokelat gelap atau kemerahan.
Makanan yang dikonsumsi orang utan Kalimantan juga lebih beragam mulai dari buah-buahan, biji-bijian, pucuk daun, kulit pohon yang lunak, hingga serangga, menyesuaikan dengan habitatnya Orang utan Kalimantan sering ditemukan melakukan aktivitas di atas tanah dan pohon-pohon hutan rawa gambut
Setelah diketahui asal Astuti, maka koordinasi dengan BKSDA Kaltim pun dimulai, dengan melibatkan Central for Orangutan Protection (COP) sebagai bagian dari putusan sidang para terdakwa.
Kepala SKW I Berau BKSDA Kaltim, Dheny Mardiono, menjemput Astuti di Manado. Askhari dan tim BKSDA Sulawesi Utara ikut mengawal Astuti dalam penerbangan Manado-Makassar-Balikpapan yang berlangsung lebih kurang tiga jam, ditambah lima jam transit di Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar. Astuti ditempatkan di kandang khusus transportasi milik COP dan masuk bagasi pesawat.
“Di Labanan, Berau, fasilitas rehabilitasi orang utan yang kami jalankan. Astuti akan menjalani perawatan rehabilitasi, belajar di sekolah hutan, dan kelak dilepasliarkan kembali ke alam,” kata Direktur Eksekutif COP, Daniek Hendarto, menegaskan.
Kemudian dilakukan proses rehabilitasi yang sangat diperlukan untuk menyembuhkan luka, bila ada. Termasuk juga luka psikologis seperti trauma pada hewan tersebut. Apalagi faktanya bahwa Astuti masih bayi dan tidak bersama orang utan dewasa saat ditemukan. Hampir pasti induknya dibunuh oleh para pemburu untuk mendapatkan Astuti. Sebab, tak akan menyerahkan bayinya begitu saja induk orang utan liar di alam .
Hendak Dikirim Ke Filipina
Sebelumnya Kepala BKSDA Sulawesi Utara, Askhari Masiki, telah menduga seandainya tidak tertangkap di Gorontalo, ada kemungkinan itu anak orang utan Astuti akan terus sampai ke Filipina.
Dimana nantinya di Filipina, anak orang utan seperti Astuti, akan dipelihara sebagai pet atau hewan peliharaan seperti anjing atau kucing. Memelihara hewan eksotis memberi derajat sosial tersendiri bagi pemiliknya jika di Filipina.
“Tapi bagaimana pun juga, orang utan itu hewan liar, yang hidupnya adalah mandiri di alam, bukan bersama manusia di rumah,” ujar Kepala BKSDA Kalimantan Timur, M Ari Wibawanto, pada kesempatan yang sama.
Selain itu dalam perjalanan pulang ke Kaltim, Astuti ditempatkan dalam kandang berupa pelat aluminium seukuran panjang satu meter, lebar 70 cm dan tinggi 70 cm. Astuti memandang lewat jendela berjeruji.
Matanya yang bundar hitam seperti memperhatikan dan mencoba mengenali siapa dan apa saja yang ada di selasar fasilitas kargo Bandara Sepinggan di Balikpapan.
“Sepertinya kondisinya cukup stabil, jadi kami bisa lanjut ke Berau segera,” kata Daniek.
Pemeriksaan dokter hewan memastikan Astuti mendapat makan malam buah-buahan yang cukup. Pukul 21.00 Wita, kargo spesial itu sudah di atas bak pickup 4X4 dan melaju di jalan tol Balikpapan-Samarinda.
Pingback: Keamanan Siber Perusahaan Terancam Akibat Miskomunikasi » Media Tangerang